DUMAI – Keberhasilan Satreskrim Polres Dumai mengungkap kasus tindak pidana pencurian buah kelapa sawit terhadap seorang anggota Kelompok Tani (Poktan) Usaha Bersama 1 berinisial EY beralamat tinggal di jalan Gatot Soebroto Kilometer 22 RT 010 Kelurahan Bangsal Aceh Kecamatan Sungai Sembilan baru-baru ini mendapat tanggapan keluarga EY lewat kuasa hukum EY.
Kuasa hukum EY, Buyung, SH., menyebut tuduhan pencurian buah sawit kepada kliennya, diduga non prosedural, karena lokasi pemanenan sawit yang dilakukan EY bersama anggota Poktan Usaha Bersama 1 lainnya itu berada di kelurahan Bangsal Aceh Kecamatan Sungai Sembilan, bukan di Kelurahan Bukit Kayu Kapur Kecamatan Bukit Kapur.
“Semenjak EY di tahan pihak kepolisian, hingga kini (Sabtu, 14/10/2023) kita belum menerima surat penahanan. Dan kemarin juga kita sudah mendapat informasi dari keluarga EY, pihak kepolisian melakukan penggeledahan tidak disaksikan ketua RT. Yang ada dirumah EY saat itu, hanya anak dan istrinya tanpa petugas kepolisian menunjukkan surat penggeledahan”, sebut Buyung, SH., kuasa hukum EY kepada Jurnalis.
Selain itu, Buyung yang berkantor di jalan Merdeka itu mengatakan, peristiwa tuduhan pencurian buah sawit kepada klien nya dan rekan-rekan EY yang terjadi sekitar awal Juni 2022 tahun lalu itu karena adanya laporan seseorang bernama Iswanto (33), yang juga mengaku sebagai pemilik kebun.
“Pengakuan Iswanto sebagai pemilik lahan/kebun di Kelurahan Bangsal Aceh itu tidak benar, karena sawit yang dipanen di kebun itu ditanam sejak puluhan tahun lalu oleh kelompok tani Usaha Bersama 1 meskipun kebun itu pernah terbakar tapi sawit yang ditanam kelompok tani itu tidak semua mati dan tetap dilakukan perawatan. Dan yang anehnya lagi, apa dasar dan alas hak tanah yang diakui Iswanto itu sehingga pihak kepolisian melakukan penahanan terhadap EY dengan tuduhan pencurian. Jangan menuduh sembarangan kalau status lahan/ kebun itu masih diakui oleh dua belah pihak. Apakah Iswanto sudah menjadi pemilik yang sah atas lahan/ kebun itu..?”, tanya Buyung lagi.
Buyung juga mengungkapkan, Iswanto yang melaporkan dugaan pencurian itu harus bertanggung jawab, karena pada saat pemanenan, EY tidak sendiri.
“Dari informasi pengakuan anggota kelompok tani yang kami terima, pemanenan buah sawit saat itu memang dilakukan oleh beberapa anggota kelompok tani dan bukan EY sendiri. Namun setelah panen buah sawit, mereka (anggota kelompok tani) meninggalkan hasil panen itu karena terjadi kesepakatan dengan si pelapor (iswanto.red). Bunyi kesepakatan itu tidak ada yang boleh melakukan pemanenan buah sawit dilahan tersebut sebelum adanya putusan pengadilan terkait dengan status lahan/ kebun. Tapi anehnya setelah anggota kelompok tani pulang meninggalkan lokasi, si pelapor (Iswanto.red) membawa dan menjual buah sawit itu dan anehnya lagi buah sawit itu dijadikannya sebagai barang bukti. Jadi siapa sebenarnya yang melakukan pencurian…? Apakah EY dan kawan – kawan atau Iswanto si pelapor itu… ?”, ungkap dan tanya pengacara muda tersebut.
Di waktu berikutnya dan tempat berbeda, Kasat Reskrim Polres Dumai AKP Bayu Effendi, STk., SIK., MH., kepada Jurnalis ungkap hal berseberangan saat di konfirmasi Jurnalis.
“Saya sendiri yang pimpin penangkapan”, kata seorang penyidik yang mendampingi Kasat Bayu Effendi, Senin (16/10) di ruang Kasat Bayu Effendi.
“Perkara itu sebelumnya telah ditetapkan tersangka duluan. Kami datang kesitu (rumah-red) hanya mau menangkap EY. Wajar petugas lakukan pengepungan, karena itu teknisnya,” sambung penyidik.
Diterangkan penyidik tersebut, saat petugas datang ke rumah tersangka, petugas tidak lakukan penggeledahan.
“Tidak ada barang yang mau kami sita. Jadi tidak ada penggeledahan,” lanjut si penyidik.
Sebelumnya, penyidik telah kirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka kepada keluarga EY, setelah kasus EY naik status dari penyelidikan ke penyidikan.
“Kalau sudah ada pemeriksaan saksi, berarti kasus telah naik penyidikan. Dan saat EY diperiksa sebagai saksi saja ia telah didampingi penasehat hukumnya. Apalagi ia ditetapkan sebagai tersangka, tentu juga didampingi kuasa hukumnya,” ujar seorang penyidik lainnya.
Diterangkan penyidik lagi, tentang TKP pada rilis yang dikeluarkan Humas Polres Dumai, merujuk ke alamat berbeda dengan alamat fakta lapangan, penyidik katakan lokasi surat alas hak lahan pelapor tersebut, berada di Kelurahan Bukit Kapur Kecamatan Bukit Kapur.
“Sebab, surat alas hak pelapor yang diterbitkan saat itu, wilayah TKP masih masuk Kecamatan Bukit Kapur,” sebut penyidik.
Dengan kata lain, wilayah Kecamatan Bukit Kapur sekarang dengan wilayah Kecamatan Sungai Sembilan sekarang, merupakan satu kecamatan pada jamannya, bernama Kecamatan Bukit Kapur.
“Kerugian yang dialami pelapor IS sebesar Rp 3.500.000 dihitung berdasar peristiwa dugaan pencurian yang telah terjadi. Bukan dihitung berdasar buah sawit yang tidak jadi diangkut si tersangka EY. Artinya, dugaan tindak pidana telah terjadi duluan, tapi karena tertangkap basah barang dikembalikan,” terang penyidik.(Es)
Komentar