Meninggal 1.300 Tahun Lalu, Begini Rekonstruksi Ilmuwan Wajah Wanita di Inggris

GAYA HIDUP500 Dilihat

JAKARTA – Sekelompok ilmuwan arkeologi berhasil merekonstruksi wajah seorang wanita bangsa Anglo-Saxon berusia 16 tahun yang dimakamkan di Inggris pada abad ke-7 atau sekitar 1.300 tahun lalu.

Dikutip dari Kumparan, Perempuan itu ditemukan menggunakan salib emas dan delima yang sangat langka, menandakan bahwa dia adalah orang yang sangat penting.

Tengkorak gadis Anglo-Saxon itu ditemukan selama penggalian di Trumpington Meadows di Cambridge, Inggris, pada 2012 lalu.

Dia dikubur dengan cara diletakkan di atas tempat tidur kayu berukir, menggunakan pakaian bagus, dan salib emas yang disebut “Trumpington” di lehernya. Salib Trumpington merupakan salah satu dari lima salib yang pernah ditemukan di Inggris.

Kini, arkeolog berhasil merekonstruksi wajah gadis tersebut dan hasilnya dipamerkan di “Beneath Our Feet: Archaeology of the Cambridge Region” dari 21 Juni 2023 hingga 14 April 2024. Pameran ini diselenggarakan oleh Cambridge’s Museum of Archaeology and Anthropology.

“Museum Arkeologi dan Antropologi menyimpan salah satu koleksi arkeologi Abad Pertengahan Awal yang paling penting di Inggris dan penguburan tempat tidur Trumpington sangat penting. Sepertinya masih banyak yang bisa diajarkan kepada kita,” kata co-curator pameran, Dr Jody Joy.

Adapun rekonstruksi dilakukan dengan menganalisis dan mengukur sisa-sisa tengkorak, lalu menggabungkannya dengan data kedalaman jaringan wanita Kaukasia.

Dengan informasi tersebut, seniman forensik Hew Morrison kemudian merekonstruksi wajah si wanita dan mengungkapkan karakteristik unik dari penampilan wanita abad ke-7.

“Sangat menarik melihat wajahnya. Mata kirinya sedikit lebih rendah, sekitar setengah sentimeter dibandingkan dengan mata kanannya. Ini sangat terlihat hidup,” kata Morrison sebagaimana dikutip IFLScience.

Berdasarkan laporan BBC, gadis itu lahir di dekat Pegunungan Alpen, kemungkinan di Jerman Selatan. Dia kemudian pindah ke Inggris ketika dia berusia tujuh tahun.

Analisis isotop menunjukkan, setelah datang ke Inggris jumlah protein dalam makanannya terus berkurang sedikit demi sedikit secara konsisten. Perubahan pola makan terjadi menjelang kematiannya, ini artinya dia tidak bertahan lama setelah mengalami perubahan pola makan yang drastis.

Peneliti menduga, perubahan pola makan yang drastis ini kemungkinan ada peran penyakit di dalamnya. Meski begitu, belum diketahui penyebab pasti kematian si wanita sampai saat ini.***

Editor: Redaksi

Komentar