2 Pimpinan Ponpes di NTB Dilaporkan Perkosa 41 Santriwati, Modus Janji Surga

PERISTIWA563 Dilihat

LOMBOK – Dua pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial HSN dan LMI, ditangkap karena diduga memperkosa 41 orang santriwati. Keduanya diduga melakukan aksi bejat itu dengan modus janji masuk surga serta kelas seks.

Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum NTB yang menjadi kuasa hukum para korban, Badaruddin, menyebut HSN membuka ‘kelas pengajian seks’. Para peserta kelas itu merupakan santriwati yang diduga telah diincar oleh pelaku.

“Jadi korban lupa itu pengajian tentang apa. Yang jelas, pelaku sengaja buka pengajian seks itu kepada korban-korban yang dia bidik untuk dicabuli,” ujar Badar seperti dilansir detikBali, Selasa (23/5/2023).

Dalam pengajian tersebut, para santriwati yang berusia 15 hingga 16 tahun itu diajarkan bagaimana berhubungan intim. Badaruddin mengatakan ada santriwati yang diperkosa oleh HSN. Aksi bejat HSN diduga telah terjadi sejak 2012.

“Jadi hampir semua proses pencabulan yang dilakukan oleh HSN itu sama. Bahkan ada korban yang sudah digauli lebih dari tiga kali,” katanya.

Kasi Humas Polres Lombok Timur Iptu Nicolas Osman menyebut HSN telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Rabu (17/5). Sedangkan, LMI ditahan pada Selasa (9/5). Nico mengatakan LMI diduga mencabuli santriwati dengan janji masuk surga.

“Ya kira-kira begitu pengakuan korban dari LMI. Sementara, itu yang kami dapatkan,” kata Nico.

Direktur Biro Konsultan Bantuan Hukum (BKHB) Fakultas Hukum Unram, Joko Jumadi, yang merupakan kuasa hukum korban LMI menyebut pelaku menjanjikan para korban masuk surga. Dia mengatakan LMI menyebut para korban akan celaka jika tak menuruti kemauan LMI.

“Rata-rata pengakuan dua korban pelaku LMI menjanjikan masuk surga. Jadi kalau tidak mau berhubungan badan, pelaku ancam keluarga korban dapat celaka,” kata Joko.

Keluarga Korban Diintimidasi

Saat ini, Badar hanya meminta kepada para penegak hukum untuk memberi perhatian khusus untuk kasus tersebut. Bahkan, beberapa kejanggalan sejak kasus itu mencuat pada 3 April 2023 lalu, keluarga korban sempat diintimidasi oleh pondok pesantren.

“Kami minta kasus ini diatensi agar tidak ada kepentingan politik yang membuat laporan ini tidak diproses,” ujar Badar.

Kasus pencabulan puluhan santriwati ini sempat mendapatkan intervensi dari RSUD Selong, Lombok Timur. Saat salah satu korban melakukan visum, manajemen rumah sakit disebut sempat menahan hasil visum.

“Jadi, ada intervensi oleh pihak RSUD menahan hasil visum korban. Jangan sampai kasus ini ditutup. Karena ini bisa berbahaya kepada kondisi psikis korban,” jelas Badar.

Hulain, selaku kuasa hukum HSN belum bisa memberi komentar. detikBali sudah mencoba menghubungi Hulain baik melalui WhatsApp dan sambungan telpon, tapi belum direspons hingga Senin (22/5/2023) malam.

Ponpes Baru Diresmikan 4 Tahun Lalu
Joko menerangkan korban sudah mendapatkan layanan psikologi untuk memulihkan kondisi psikis.

“Untuk pelaku LMI ini baru melakukan itu di 2022, karena pondok pesantren diresmikan 2019 lalu. Itu juga hasil penyelidikan, pondok itu ilegal,” pungkasnya.

Terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Provinsi NTB Badaruddin menjelaskan jumlah korban pencabulan dari HSN sejauh ini terdata 41 santriwati. Usianya rata-rata 15-16 tahun dan duduk di kelas 3 MTs/SMP.

Seluruh korban dari HSN, kata pria yang disapa Badar ini, diperkosa dengan modus bisa mendapatkan wajah berseri dan berkah untuk masuk surga.

“Modus yang ditawarkan, wajah bercahaya dan berkah agar masuk surga. Jadi, para korban dipegang dan diperkosa seperti diperdaya. Semua korban hampir sama prosesnya,” katanya.

Menurut Badar, HSN melakukan aksinya sejak 2012. Bahkan, kata Badar, ada sejumlah korban yang diperkosa lebih dari dua kali.

“Jadi setiap melakukan aksinya, pelaku ini memanggil korban ke dalam rumahnya. Di sana, dia (korban) dipegang tidak sadarkan diri, baru dibawa ke dalam kamar pelaku,” katanya.

Sumber: detik.com

Komentar