Internasional AirPorts: Antara Madu atau Racun..??

TRAVEL1467 Dilihat

JAKARTA- Kita semua percaya bahwa maskapai penerbangan memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan industri pariwisata baik internasional maupun domestik.

Selain itu, dengan berkembangnya e-commerce yang membutuhkan kecepatan pengiriman logistik, peran AirPorts menjadi sangat penting.

Keberadaan bandara internasional dinilai oleh banyak kalangan, terutama badan regulasi dan kementerian, sangat penting untuk mendukung industri pariwisata dalam pertumbuhan lalu lintas manusia, terutama untuk mendatangkan pariwisata dari mancanegara. Apakah asumsi ini mutlak benar atau kita hanya berbicara tentang teori koneksi penerbangan yang diulang-ulang oleh orang asing…??

Tidak sepenuh nya salah, namun apabila kita masih bicara akan, dimana kata “akan” penuh dengan ketidakpastian dan memang harus di coba kebenarannya .

Bandara Internasional di Indonesia: Nasib Mu Kini

Kita bisa melihat banyak bandara internasional yang dibuka antara tahun 2014 hingga 2019, menurut penulis, dibuka 32 bandara internasional. Entah ini sebenarnya rencana pemerintah untuk membuka akses destinasi wisata dalam negeri bagi wisatawan mancanegara atau hanya sekedar komoditas politik daerah bagi penguasa untuk merebut hati rakyat demi mengangkat pamor daerahnya. Bandara Internasional

Terbukti, bandara internasional ini terutama hanya melayani rute ke Singapura dan Kuala Lumpur. Kota-kota ini tidak memiliki layanan apa pun ke Sydney, Doha, atau Dubai. Alhasil, bisa dibilang kita, masyarakat Indonesia, telah membesarkan Bandara Changi dan Internasional Kuala Lunpur menjadi gurita dengan terminal yang terus bertambah setiap 3-5 tahun, sedangkan Bandara Soekarno-Hatta Indonesia mengoptimalkan Terminal 3 dari tiga terminal. , hanya Terminal 3 yang digunakan internasional dan itupun kurang dari 40% yang digunakan, sedangkan sisanya masih domestik.

Selain itu, dengan di buka nya banyak bandara internasional di Indonesia, potensi ancaman keamanan nasional atas penyelundupan barang-barang terlarang, imigran gelap bahkan narkoba, tetap tinggi. Hal ini di karena kan kualitas Bea Cukai dan fasilitas keamanan di bandara-bandara tersebut tidak memadai, tidak selevel di Bandara Soekarno-Hatta atau Ngurah Rai. Belum lagi kita bicara bagaimana potensi masuknya kepentingan-kepentingan asing yang tidak terpantau sehingga bisa menyebabkan potensi teroris di daerah.

Selain itu sebelum Covid-19, apakah banyak turis asing yang langsung datang dari Eropa ke Miangas, Banyuwangi, atau Blora..??

Kebanyakan adalah orang-orang daerah di Indonesia yang ke Singapore untuk belanja kemudian flexing bangga telah ke Takashimaya membeli “branded” bags dan jam tangan, serta ke Kuala Lumpur (kemudian ke Penang) untuk berobat.

Thailand, sebagai perbandingan, industri pariwisata nya cukup maju, namun apakah mereka membuka bandara-bandara International dengan penerbangan langsung dari Jakarta ke kota-kota selain Bangkok, Pataya, Phuket, Chiang Mai dan DonMuang..???

Mengapa hal ini terjadi..?? Bagaimana dengan kondisi AirPort di China atau Amerika Serikat.

Internasional AirPort vs Domestik AirPort Berkelas Internasional

Bila melulu kita melihat judul Bandara Internasional di negara-negara yang setipe dengan Indonesia seperti India, China dan Amerika Serikat, jelaslah perlu di bangun bandara Internasional yang banyak di daerah-daerah, dengan alasan meningkatkan industri pariwisata.

Namun bila kita lihat, apakah kita bisa dari Jakarta atau Singapore langsung ke kota-kota di China selain Beijing, Shenzen, GuangZhao, Chengdu, Xian, Kunming, Hangzao, dan Wuhan..??

Kenapa China tidak membuka direct flight ke kota-kota yang mempunyai bandara internasional..??

Bisakah kita langsung, dari Jakarta/Singapore ke Wisconsin untuk melihat danau-danau indah atau langsung ke Milwaukee untuk mengunjungi museum Harley Davidson di Amerika Serikat..??

Jadi apa fungsi bandara-bandara Internasional di kota-kota tersebut kalau tidak ada direct flight International..?? Pertanyaan menarik untuk di kaji.

Bandara-bandara internasional di kota-kota selain tadi memang berstatus internasional karena mempunyai perangkat Custom/Bea Cukai dan Imigrasi untuk turis asing, namun tidak untuk komersial regular flight, yaitu membawa turis-turis asing dari China/Amerika Serikat dengan menggunakan komersial Airline sepeti Singapore Airline, Delta, atau pun Emirates. Mereka hanya menerima cargo international, penerbangan charter International dan VIP/private jet, dimana pengawasan nya akan jauh lebih mudah. Sedangkan sisanya mereka gunakan untuk jalur-jalur domestik.

Di sinilah kelatahan kita melihat Bandara Internasional itu sama artinya dengan menerima semua turis asing melalui jalur komersial atau reguler flight.

Apakah kita sudah terlambat atau terlalu besar gengsi untuk menutup bandara-bandara Internasional tersebut…?? Kita harus melihat anak bangsa yang semakin terancam oleh potensi penyebaran narkoba International, hal ini bukan main-main mengingat makin banyak generasi penerus gunakan narkoba yang di dapat dari luar negeri, hingga penuh penjara kita (70% isi narapidana adalah yang melakukan pelanggaran terkait penggunaan/penyebaran narkoba).

Akankah kita akan terus, atas nama pengembangan industri pariwisata, membuka atau membiarkan bandara-bandara internasional sebagai pintu-pintu yang terbuka akan masuknya “musuh-musuh” yang merugikan anak-anak bangsa…??

Mari sejenak bersama untuk berubah dan berembuk menentukan hal terbaik untuk bangsa ini.

PROFIL

I Gusti Ngurah Askhara Dana Diputra (Ari Askhara) adalah Direktur Utama PT Garuda Indonesia dari 12 September 2018 hingga 7 Desember 2019.

Ari lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada pada 1994. Gelar S2 ia raih dari Administrasi Bisnis Internasional di Universitas Indonesia.rls

Komentar