DUMAI – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Dumai Dr Agustinus Herimulyanto beri penjelasan terkait dugaan korupsi soal pengadaan bandwidth oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) pada tahun 2019 lalu.
Anggaran sebesar Rp.1,3 miliar untuk jaringan di perkantoran pada Pemerintah Kota (Pemko) Dumai, sampai saat ini masih dalam proses penyidikan yang terus berjalan.
Hal itu dijelaskan Kasi Intel Kejari Abu Nawas, sudah berlalu lebih dari tiga tahun dalam penanganan perkara dugaan korupsi tersebut harus dilakukan secara teliti dan objektif.
“Demi keterbukaan informasi publik atas penanganan laporan dugaan korupsi Bandwidth pada Diskominfo Dumai dapat kami jelaskan bahwa sejak Kajari baru aktif bertugas telah dilaksanakan penyidikan lanjutan atas tunggakan tugas penyidikan dengan personel baru mengingat tim lama sudah mutasi,” terang Abu.
“Penyidikan tersebut untuk mencari dan mengumpulkan bukti supaya menjadi terang apakah benar ada tindak pidana korupsi,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan, bahwa Kajari telah memerintahkan tim penyidikan harus benar-benar objektif, tidak boleh terpengaruh karena intervensi, desakan-desakan pihak-pihak yang hanya berasumsi apalagi disinyalir punya kepentingan negatif.
“Hingga kini proses penyidikan masih berjalan. tidak ada istilah di “peti-eskan”, karena sudah lama Kejaksaan menerapkan sistem kontrol canggih “Case Management System” (CMS) yang memuat semua tahapan proses penegakan hukum mulai dari penyikan dan seterusnya. Semua termonitor dan terkontrol by system sampai ke Kejagung. Belum lagi dengan sistem monitoring dari KPK sejak penyidikan, baik yang dilakukan Polri maupun Kejaksaan,” terangnya.
Abu melanjutkan bahwa, penyidikan lanjutan telah bekerja beberapa bulan, tidak berhenti dan terupdate serta telah bekerja sama dengan BPKP. Selanjutnya auditor BPKP telah turun ke Dumai sejak tanggal 4 – 13 April 2023 lalu untuk melengkapi data atau keterangan yang dibutuhkan untuk kepentingan auditor.
“Dapat kami jelaskan sementara ini berdasar fakta-fakta diperoleh dan kajian tim auditor, tidak dapat disimpulkan adanya mark up, melainkan ada proses pengadaan secara e-Katalog di mana saat itu pihak PPK tidak melakukan survey ke perusahaan-perusahaan lainnya yang sudah tampil di e-Katalog,” ungkap Abu.
“Hanya saja jika waktu itu PPK pun mensurvey dan memilih perusahaan-perusahaan lain yang tampil di e-Katalog, itu pun bisa kontraproduktif karena justru perusahaan lain tersebut belum memiliki kesiapan jaringan sehingga butuh waktu lama, ataupun karena perusahaan yang ada di e-Katalog harganya lebih mahal, atau lebih murah tapi tidak siap dengan jaringan di Dumai,” tambahnya.
Terkait dengan poin di atas lanjut Kasi Intel, yang terkait PPK dari hasil audit sementara oleh auditor BPKP, tidak tersimpul perbuatan melawan hukum dari penyedia atau rekanan. Disisi lain, belum atau tidak ditemukan fakta-fakta lain seperti pemberian fee atau semacam gratifikasi.
“Pasca audit oleh BPKP, penyidik masih berusaha menggali serta mendalami dengan mencari bukti-bukti lain antara lain dokumen atau surat, bukti digital, dab ahli dari LKPP, yang mungkin dapat menjadikan fakta-fakta baru,” kata Abu Nawas.
Dia mengharapkan publik dapat memahami bahwa jika secara objektif, sesuai bukti-bukti yuridis, nantinya cukup bukti adanya perbuatan melawan hukum pidana (wederrechtelijkheid), maka yakinlah bahwa perkara akan dibawa ke penuntutan.
“Kajari juga mengingatkan jajaran Pemko Dumai agar segera melaporkan ke penegak hukum jika ada oknum-oknum melakukan atau mencoba melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma serta memanfaatkan situasi adanya proses gakkum, seperti halnya menekan agar diberikan proyek, bantuan dana, atau materi, siapapun itu oknumnya,” tandasnya.***
Komentar