KLHK Soroti Perizinan Kebun Sawit di kawasan Hutan: Harus Sesuai UU Ciptaker

BERITA589 Dilihat

JAKARTA – Soal perizinan bagi para pelaku usaha kebun sawit disorot Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

KLHK meminta bagi setiap pelaku usaha kebun kelapa sawit di kawasan hutan, untuk mengikuti undang-undang (UU) yang berlaku.

Hal tersebut disampaikan dalam acara Sosialisasi Penyelesaian Sawit di Dalam Kawasan Hutan yang digelar di Hotel Sultan Jakarta.

“Berdasarkan hasil temuan BPKP menunjukkan masih banyak permasalahan di industri sawit dari hulu hingga hilir. Namun, prioritas satgas dalam waktu dekat adalah permasalahan perizinan di sisi hulu,” ungkap Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, dikutip dari detik.com, Senin (17/7).

Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Keppres Nomor 9 Tahun 2023.

Ketua Pengarah Satgas ini adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan, dan sebagai Ketua Pelaksana adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.

“Pembentukan Satuan Tugas bertujuan melakukan penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan optimalisasi penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit,” katanya.

Bambang menjelaskan penyelesaian perkebunan sawit dalam kawasan hutan terbagi menjadi 2 kluster tipologi sesuai dengan Pasal 110A dan Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

“Kategori Pasal 110A ini adalah perkebunan kelapa sawit terbangun yang mempunyai izin usaha perkebunan dan sesuai tata ruang pada saat izin diterbitkan tetapi statusnya saat ini berada pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi. Hal ini terjadi dikarenakan adanya dispute tata ruang sebelum UU 26 Tahun 2007 dengan kawasan hutan,” kata dia.

“Yang kedua, Pasal 110B mengatur mengenai penyelesaian perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi namun tidak mempunyai perizinan di bidang kehutanan. Penyelesaiannya akan diselesaikan melalui pengenaan sanksi administrasi berupa kewajiban membayar denda administratif di bidang kehutanan,” imbuhnya.

Bambang berharap, pelaku usaha perkebunan kelapa sawit tersebut dapat segera mengurus perizinan sesuai UU yang berlaku agar kegiatan usaha perkebunan dapat berjalan dengan lancar.

“Seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang saat ini terindikasi berada dalam kawasan hutan untuk segera memenuhi seluruh persyaratan sesuai Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja agar seluruh aspek perizinan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit menjadi tuntas secara menyeluruh,” ucapnya.

Sejalan dengan itu, Deputi Bidang Investigasi BPKP, Agustina Arumsari, juga menjelaskan efek dari permasalahan di industri sawit.

Dia mengatakan banyaknya perusahaan sawit berefek pada munculnya minyak curah di pasar.

“Sejalan dengan hasil temuan BPKP pada tahun 2021/2022 melakukan audit tata kelola industri kelapa sawit yang dipicu minyak curah di pasar,” kata Agustina.

“Beberapa temuan antara lain ada di peta indikatif banyak kebun kelapa sawit yang masuk ke hutan,” sambungnya.***

Editor: Redaksi

Komentar