JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar hingga Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jabar mengomentari keberadaan ponpes itu.
Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Jawa Barat (Jabar), menuai polemik panjang. Berbagai pihak mengomentari soal Ponpes yang dipimpin Panji Gumilang tersebut.
Polemik tersebut pun menyebabkan kehebohan yang diwarnai aksi unjuk rasa massa dari Forum Indramayu Menggugat ke lokasi Ponpes Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu, Jabar, pada Kamis (15/6/2023).
Berikut sederet fakta seputar polemik Ponpes Al-Zaytun yang dikutip Penjurupos dari detikcom.
MUI Turun Tangan Usut Ajaran Al-Zaytun
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar tengah mengusut ajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu. Namun MUI mendapat sejumlah kendala yang menghambat proses penelusuran tersebut.
Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar mengatakan, pihaknya sudah melakukan pengumpulan data dan informasi terkait apapun yang ada di ponpes tersebut. Sayangnya, upaya MUI untuk datang berkunjung ke Al-Zaytun ditolak.
"Sudah melakukan beberapa langkah, pengumpulan informasi data fakta kemudian tim ini akan melakukan kunjungan ke Al-Zaytun, dialog, tapi ditolak oleh pihak Al-Zaytun, alasannya sibuk untuk tahun ini," kata Rafani saat ditemui di kantornya, dilansir detikJabar, Jumat (16/6/2023).
Ponpes Al-Zaytun Dianggap Tak Kooperatif
Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar menerangkan, MUI Jabar sangat responsif sejak banyaknya aduan dari masyarakat tentang Ponpes Al-Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang itu. Namun kata dia, pihak ponpes tidak kooperatif.
"Saya beritahukan kepada masyarakat, MUI itu sebenarnya sangat responsif. Ternyata ya tadi, Al-Zaytun tidak kooperatif, kemudian nanti tanggal 21 Juni MUI pusat akan berkunjung lagi. Kita tidak tau apakah nanti ditolak apa tidak," tegas Rafani.
Dia juga menerangkan soal fatwa yang biasa dikeluarkan oleh MUI jika terjadi suatu permasalahan pada urusan agama. Menurutnya tidak mudah bagi MUI mengeluarkan fatwa terkait Al-Zaytun. Sebab MUI harus lebih dulu menjalani beberapa prosedur.
"Mengeluarkan fatwa itu tidak mudah, ada prosedurnya yaitu ketemu dengan bersangkutan, dialog, investigasi. Nah kendalanya ketika tim akan berkunjung Al-Zaytun tidak bersedia, malah surat dari tim dibalasnya oleh Al-Zaytun itu surat yang ditangani oleh sekretaris DKM," jelasnya.
Kekhawatiran Al-Zaytun Membuat Kontroversi
Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar juga mengatakan, pihaknya khawatir jika Ponpes Al-Zaytun terus menerus membuat kontroversi, hal tersebut bisa menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Apalagi saat ini, Indonesia bakal memasuki tahun politik, yakni Pemilu 2024.
Karena itulah, tim khusus yang dibentuk MUI saat ini sedang berupaya penuh untuk mencari solusi atas polemik yang ditimbulkan Ponpes Al-Zaytun.
"Kalau tidak, pimpinan Al-Zaytun terus mengeluarkan pernyataan kontroversi, yang berakibat menimbulkan kegaduhan, saya khawatir Jabar kondusifitasnya terganggu apalagi jelang tahun politik," ujar Rafani.
Pernyataan Kontroversi Pimpinan Ponpes Al-Zaytun
Rafani Achyar mengungkap Al-Zaytun maupun pimpinannya Panji Gumilang acap kali membuat pernyataan kontroversi. Rafani menyebut pimpinan ponpes di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar itu sempat membuat pernyataan soal dibolehkannya perzinahan.
"Banyak kontroversi, yang terakhir itu zinah boleh asal ditebus, komunisme, menganggap Indonesia tanah suci disamakan dengan tanah haram di Mekah, salat idul Fitri perempuan diletakkan di shaf terdepan, jami imam khatib," ungkapnya.
Dia pun menerangkan alasan MUI baru mulai mengusut tentang ajaran dari Ponpes Al-Zaytun akhir-akhir ini. Alasannya karena pihak pesantren lihai menyembunyikan hal-hal yang dianggap tidak umum dalam ajaran agama Islam.
"Ini mungkin karena kelihaian Al-Zaytun, dulu yang ramainya isu afiliasi dia NII, kemudian banyak yang melakukan penelitian tapi susah, mengetahui keterlibatan dia secara konkrit, walaupun indikasi sudah ada. Dulu belum kontroversi pemahaman agama, baru sekarang, muncul kontroversi pemahaman agama, MUI cepat merespon," tandasnya.
LBM PWNU Jabar Soroti Soal Kegiatan Menyimpang
Merespons ragam kontroversi, Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jabar menilai beberapa kegiatan keagamaan di Al-Zaytun menyimpang. Sehingga mereka mendesak agar pemerintah menindak tegas pondok yang dipimpin Panji Gumilang.
Pakar LBM PWNU Jabar, Kiai Yazid Fatah menyebut ada beberapa poin terkait polemik Al-Zaytun yang jadi topik bahasan dan dikaji pihaknya pada bahtsul masail di SMA NU Karanganyar Pondok Pesantren Hidayatut Tholibin Desa Karanganyar, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Kamis (15/6/2023).
Dalam siaran persnya, pertama mengenai istidlal atau pengambilan dalil pihak Al-Zaytun dalam pelaksanaan salat berjarak, dengan berdasarkan kepada QS.Al Mujadalah ayat 11 apakah dapat dikategorikan menyimpang dari ajaran Aswaja.
"Jawabannya, sangat menyimpang dari Aswaja, dan termasuk menafsirkan Al-Qur'an secara serampangan yang diancam Nabi masuk neraka. Istidlal pihak Al-Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul atau makna yang dikehendaki," kata Pakar LBM PBNU Jabar, Kiai Yazid Fatah, Jumat (16/6/2023).
Sejumlah Dugaan Penyimpangan Ponpes Al-Zaytun
Dijelaskan Pakar LBM PBNU Jabar, Kiai Yazid Fatah, bahwa penyimpangan istidlal Al-Zaytun yang dimaksud karena beberapa hal. Yakni, makna 'Tafassahu' dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan salat, namun merenggangkan tempat untuk mempersilakan orang lain menempati majelis agar kebagian tempat duduk.
Selanjutnya, bertentangan dengan hadits sahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan salat. "Kemudian bertentangan dengan ijma atau kesepakatan para ulama perihal anjuran merapatkan barisan salat," katanya didampingi sejumlah pengurus PWNU Jabar.
Kemudian terkait praktek penempatan perempuan dan non muslim dalam barisan saf salat laki-laki juga tidak sesuai tuntutan beribadah Aswaja. Termasuk dalih pernyataan mengikuti madzhab bung Karno yang diucapkan Panji Gumilang juga hukumnya haram.
"Pertama, menyandarkan argumen fiqh tidak kepada ahli fiqh yang kredibel. Kedua, menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat bahwa formasi barisan shalat seperti di atas merupakan hal yang disyariatkan (Syar'u ma lam yusyro')," ujarnya.
Pihaknya juga menyebut bahwa menyanyikan 'havenu shalom aleichem' yang kental dengan agama Yahudi itu hukumnya haram.
"Karena menyerupai dan mensyiarkan tradisi agama lain. Kedua, mengajarkan doktrin yang dapat berpotensi hilangnya konstitusi syariat perihal fiqh 'mengucapkan salam'," ucapnya.***
Editor: Redaksi