Lahan Ayu Junaidi Disorot Tajam: Diduga Kawasan Hutan, Legalitas dan Pajak Dipertanyakan

Lahan Ayu Junaidi Disorot Tajam: Diduga Kawasan Hutan, Legalitas dan Pajak Dipertanyakan
Foto: Akhmad Khadafi, aktivis lingkungan Dumai

DUMAI – Polemik penguasaan lahan strategis di Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai, yang selama puluhan tahun dikuasai oleh Ayu Junaidi, kini memasuki fase serius. Status hukum lahan dipertanyakan, mulai dari dugaan berada di kawasan hutan hingga persoalan kepatuhan pajak dan legalitas penguasaan lahan dalam luasan besar oleh perorangan.

Penelusuran sejumlah elemen masyarakat sipil mengindikasikan bahwa lahan yang dikuasai sejak sekitar tahun 2003 tersebut diduga masuk dalam wilayah yang pada peta kehutanan lama masih berstatus kawasan hutan. Jika dugaan ini terbukti, maka penguasaan lahan tersebut berpotensi ilegal dan cacat hukum.

Merujuk Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang dilarang menguasai dan menggunakan kawasan hutan secara tidak sah. Perubahan status kawasan hutan pun bukan kewenangan daerah, melainkan hanya dapat dilakukan melalui keputusan pemerintah pusat.

“Jika alas hak seperti SKGR atau dokumen sejenis diterbitkan di atas kawasan yang secara yuridis masih berstatus hutan, maka itu bermasalah dan berpotensi batal demi hukum,” tegas Akhmad Khadafi, aktivis lingkungan Dumai kepada media ini, Selasa (23/12).

Tak hanya soal status kawasan, persoalan lain yang mencuat adalah luasan lahan yang disebut mencapai beberapa hektare namun masih dikuasai atas nama perorangan. Kondisi ini dinilai bertentangan dengan prinsip dasar hukum agraria nasional.

Dalam Pasal 7 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) ditegaskan bahwa penguasaan tanah yang melampaui batas dan menimbulkan ketimpangan sosial tidak dibenarkan. Hal ini diperkuat oleh PP Nomor 224 Tahun 1961 yang mengatur pembatasan luas maksimum tanah pertanian.

“Kalau luasnya besar dan dimanfaatkan secara ekonomi, seharusnya dikelola melalui badan hukum—PT, koperasi, atau bentuk usaha sah lainnya—bukan atas nama pribadi. Ini prinsip reforma agraria yang tidak bisa ditawar,” ujar Khadafi.

Sorotan berikutnya adalah kewajiban pajak. Lahan yang telah dikuasai lebih dari dua dekade seharusnya tercatat dan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara konsisten sesuai luas dan peruntukannya.

Mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang PBB yang kini diperkuat oleh UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap pihak yang menguasai atau memanfaatkan tanah wajib membayar pajak tanpa pengecualian.

“Pertanyaannya sangat sederhana: apakah PBB dibayar penuh dan sesuai fakta lapangan? Jika tidak, ini bukan sekadar kelalaian administrasi, tapi berpotensi merugikan keuangan daerah,” tegas Khadafi.

Aktivis menilai pembiaran atas penguasaan lahan bermasalah dalam waktu lama dapat mencederai wibawa hukum negara.

“Ini bukan soal siapa orangnya, tapi soal penegakan hukum. Jika lahan bermasalah dibiarkan, maka pesan yang muncul ke publik adalah hukum bisa dinegosiasikan,” katanya.

Desakan pun diarahkan kepada BPN, Dinas Kehutanan, dan pemerintah pusat untuk membuka peta kawasan secara transparan dan melakukan audit menyeluruh terhadap status lahan tersebut.

Senada, praktisi hukum Dr (Cand) Eko Saputra, SH, MH menilai persoalan ini berpotensi masuk kategori perbuatan melawan hukum.

“Jika lahan berada di kawasan hutan atau HPL lalu dikuasai perorangan tanpa izin pelepasan kawasan, maka itu melanggar hukum agraria dan kehutanan. Bahkan bisa berimplikasi pidana,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa kepemilikan tanah tidak cukup hanya berdasar lamanya penguasaan, tetapi harus sesuai peruntukan, status kawasan, serta kepatuhan pajak.

Kasus penguasaan lahan oleh Ayu Junaidi kini menjadi ujian serius penegakan hukum agraria dan kehutanan di Dumai. Publik menunggu keberanian negara membuka fakta, apakah lahan tersebut sah secara hukum, atau justru menjadi contoh nyata pembiaran pelanggaran yang sistematis.****

#Dumai

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index