DUMAI - Gencar diberitakan, akhirnya Penegak Hukum (Gakkum) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK) memeriksa pengelola Usaha Arang Apeng yang berlokasi di Nerbit besar, Kecamatan Sungaisembilan, Dumai, Ahad (06/03/2022).
Usaha Arang Apeng yang kini dikelola oleh anaknya bernama Rahman, diduga melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman hukuman pidana 10 tahun penjara. Namun, menurut Rahman, arang itu ia beli dari masyarakat. Untuk selanjutnya, ia jual kepada Apeng.
Balai Gakkum Kemen-LHK wilayah Sumatera, Safri H menegaskan bahwa pihaknya sudah turun ke lokasi Usaha Arang Apeng di Nerbit Besar, Dumai.
"Kami juga sudah mengambil keterangannya (Rahman) dan akan kami tindaklanjuti untuk dibahas dengan pimpinan di Pekanbaru. Selanjutnya, akan kami sampaikan laporan ke pusat," tegas Safri kepada Nusaterkini.com.
Kepada tim Balai Gakkum-LHK, Rahman mengaku hanya bertugas mengontrol lokasi dapur arang milik orangtuanya (Apeng) yg saat ini dapur arang tersebut digunakan oleh masyarakat setempat mengolah kayu bakau menjadi arang, hasil olahan pada dapur itu sebagian dibelinya dan dijual/diecer di toko Apeng.
Menurut Rahman, di tempat usahanya tidak ada pembuatan arang. Ia hanya membeli arang yang dibuat oleh masyarakat sekitar itu.
"Lokasi saya itu tempat menampung arang yang saya beli dari masyarakat. Bukan langsung membuat arang di situ," kilahnya.
Disinyalir bahan baku membuat arang yang digunakan Apeng berasal dari kayu bakau yang tumbuh di sepanjang pesisir pantai Dumai. Pembabatan hutan bakau ini merusak ekosistem wilayah pantai. Serta mengakibatkan hutan mangrove terancam punah demi keuntungan pribadi milik pengusaha arang tersebut.***(rhs)