Dari Limbah Jadi Inovasi, Dari Lahan Mati Jadi Harapan: Kiprah Kilang Pertamina Sei Pakning di Panggung Nasional

Senin, 20 Oktober 2025 | 14:20:07 WIB
Foto: dok KPI RU II Dumai

Oleh: Rahmat Hidayat

DUMAI – Di tengah dentuman mesin dan deru aktivitas kilang, siapa sangka bahwa seonggok besi bekas dan sepetak lahan gambut rusak bisa menjadi titik awal lahirnya dua inovasi luar biasa yang mengantarkan Kilang Pertamina Sei Pakning ke panggung penghargaan nasional.

Dua penghargaan sekaligus Gold dan Bronze berhasil diraih oleh PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Unit Dumai melalui unit operasinya di Sei Pakning pada ajang Eco-Tech Pioneer & Sustainability Award (EPSA) 2025, yang diselenggarakan oleh Departemen Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro (UNDIP) di Hotel Padma, Semarang, Minggu (31/8/2025).

Bagi para perwira kilang di Sei Pakning, prestasi itu bukan sekadar plakat penghormatan. Ia adalah simbol dedikasi, hasil kerja senyap di balik panasnya kilang dan lembabnya rawa gambut. Dua inisiatif yang berbeda dunia, tapi berpijak pada satu semangat. Mengubah sisa menjadi manfaat, dan menghidupkan kembali yang nyaris punah.

Menghidupkan Kembali Lahan yang Pernah Mati

Di sudut Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis, terbentang sebuah kawasan hijau yang dulu tak lebih dari lahan hangus bekas kebakaran. Kini, tempat itu kembali bernapas. Di atas hamparan 1,1 hektar lahan gambut tersebut, tumbuh subur tanaman unik dengan bentuk menyerupai kendi kecil Kantong Semar (Nepenthes spp.). Flora endemik yang kini menjadi simbol konservasi di Arboretum Gambut MARSAWA.

Melalui program konservasi in situ yang diinisiasi Kilang Pertamina Sei Pakning. Lahan yang sempat kehilangan daya hidupnya kini bertransformasi menjadi laboratorium alami keanekaragaman hayati. Upaya ini mengantarkan Pertamina meraih penghargaan Gold pada kategori Ecosystem Protection.

“Program ini lahir dari komitmen kami untuk mengembalikan fungsi ekologis gambut, sekaligus menjaga spesies asli yang menjadi identitas kawasan ini,” ujar Agustiawan, Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI Unit Dumai.

Ket Foto: dok KPI RU II Dumai 

Tak mudah memulihkan ekosistem gambut yang pernah terbakar. Tapi dengan kolaborasi bersama masyarakat, LSM lingkungan, dan pemerintah daerah, proses restorasi dilakukan secara bertahap. Memperbaiki hidrologi, menanam kembali vegetasi lokal, dan menciptakan habitat alami bagi Kantong Semar yang dulu hampir musnah.

Kini, setelah lima tahun berjalan, kawasan itu mampu menyerap 22–33 ton CO₂ per tahun serta mencegah potensi emisi hingga 60,5 ton CO₂ dari ancaman kebakaran ulang. Lebih dari itu, masyarakat sekitar pun mulai ikut terlibat sebagai penjaga alam.

“Dulu kami takut ke lahan bekas terbakar itu, sekarang malah jadi tempat belajar anak-anak sekolah,” tutur Suwandi, salah satu warga Dusun Pangkalan Jambi, yang kini menjadi pemandu ekowisata di MARSAWA.

Berkat program ini, literasi lingkungan masyarakat meningkat, bahkan muncul peluang ekonomi baru dari sektor ekowisata edukatif. Para pengunjung kini bisa melihat langsung habitat Kantong Semar, mengenal fungsi gambut, dan belajar bagaimana alam bisa pulih ketika manusia berhenti merusaknya.

Agustiawan menegaskan, “EPSA 2025 menjadi bukti nyata bahwa kilang bukan hanya soal produksi energi, tapi juga energi perubahan. Kami ingin keberadaan industri ini seimbang dengan keberlanjutan alam dan sosial di sekitarnya.”

Besi Bekas yang Menyelamatkan Nyawa

Sementara di area operasi kilang, kisah lain lahir dari tumpukan besi bekas yang dulu dianggap tak berguna. Dari tangan kreatif para perwira muda, limbah non-B3 berupa potongan besi proyek diolah menjadi alat penting penyelamat nyawa: Hydrostatic Test alat uji tekanan selang pemadam kebakaran.

Sebelumnya, proses pengujian selang hanya mengandalkan pompa air dari Fire Truck yang tekanannya terbatas, berisiko merusak sistem dan bahkan membahayakan operator. Melalui inovasi internal yang dikembangkan lewat Continuous Improvement Program (CIP), tim produksi merancang alat uji baru yang mampu menahan tekanan hingga 300 Psi (20,7 bar) — mengacu pada standar keselamatan internasional NFPA 1962 Chapter 4.

“Inovasi ini sederhana, tapi berdampak besar,” tutur Ririanti Safrida, Manager Production PT KPI Unit Dumai Operasi Sei Pakning. “Kami menggunakan besi bekas yang tak lagi dipakai, lalu dirakit menjadi alat uji tekanan yang bisa menguji empat selang sekaligus. Prosesnya lebih cepat, lebih aman, dan jauh lebih efisien.”

Sepanjang 2024, timnya telah berhasil memproduksi 12 unit alat Hydrostatic Test yang kini digunakan di berbagai titik area operasi. Hasilnya luar biasa waktu pengujian berkurang hingga tiga kali lebih cepat, dan hanya membutuhkan dua operator saja.

Selain efisiensi, inovasi ini juga menekan volume limbah logam hingga 28,74%, atau setara 0,24 ton besi yang berhasil dimanfaatkan kembali. Bagi Pertamina Sei Pakning, setiap kilogram besi bekas yang kembali hidup adalah simbol tanggung jawab terhadap bumi dan keselamatan manusia.

“Ini bukan soal menghemat biaya, tapi soal cara berpikir. Bahwa keselamatan bisa dijaga tanpa selalu harus membeli yang baru, asal ada kemauan untuk berinovasi,” tambah Ririanti dengan senyum bangga.

Inovasi ini pun mengantarkan Kilang Sei Pakning meraih penghargaan Bronze pada kategori Eco-Cycle Innovation, sekaligus memperkuat peran Pertamina dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab.

Dua Jalan, Satu Tujuan

Dua program unggulan ini satu di hulu keberlanjutan ekosistem, satu di hulu keselamatan kerja sama-sama lahir dari semangat yang tertanam kuat di tubuh Kilang Pertamina Sei Pakning: semangat memperbaiki, bukan mengganti.

“Setiap inovasi yang kami buat adalah bentuk tanggung jawab kepada lingkungan dan masyarakat. Kami ingin menunjukkan bahwa industri energi juga bisa menjadi bagian dari solusi keberlanjutan,” ujar Agustiawan.

Tak hanya soal penghargaan, keberhasilan ini sekaligus menegaskan konsistensi Kilang Pertamina Sei Pakning dalam menjalankan prinsip TJSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) serta mendukung visi besar Net Zero Emission (NZE) 2060.

Tak berlebihan jika kemudian nama Sei Pakning kerap disebut sebagai contoh nyata bagaimana industri bisa bersinergi dengan alam. Bukan hanya karena telah mengoleksi tujuh kali penghargaan PROPER Emas, tapi juga karena terus menumbuhkan inovasi yang berpihak pada keberlanjutan hidup.

Dari Pakning untuk Indonesia

Di ujung cerita, dua penghargaan dari ajang EPSA 2025 itu hanyalah puncak dari perjalanan panjang sebuah dedikasi. Di baliknya ada keringat, semangat, dan keyakinan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil dari sepotong besi bekas yang disulap menjadi alat keselamatan, dan dari lahan hitam terbakar yang kembali menjadi rumah bagi kehidupan.

Kini, Arboretum MARSAWA berdiri sebagai saksi bahwa api kehancuran bisa berganti menjadi nyala harapan. Dan di kilang yang berdiri tak jauh dari pesisir itu, setiap percikan inovasi menjadi bahan bakar bagi masa depan yang lebih hijau.

Dari Sei Pakning, Riau, kilang ini tidak hanya memproduksi energi bagi negeri, tapi juga menyalakan inspirasi bahwa keberlanjutan bukan sekadar wacana melainkan tindakan nyata, lahir dari tanah sendiri, dan tumbuh bersama masyarakatnya.***

Tags

Terkini